˚ ༘♡ ⋆。˚ #WirAsya Universe. ✧.*,

— Wira dan Dito.

5 min readOct 13, 2023

--

Dan itulah alasan kenapa Wira dan Dito berdiri disini, kenapa ada Dito? Tadi pagi Dito nelfon Wira buat ngajak pergi, tapi Wira bilang kalau dia harus dateng ke acara sekolah keponakannya. Awalnya Wira iseng lempar umpan buat ngajak Dito, tapi ternyata Dito beneran mau ikut, katanya, "Asik tuh! acara TK kan? ikut ya Wir."

"Ini kita cuma bakalan nontonin anak-anak lomba atau bisa ikut partisipasi?" Dito itu inisiatifnya tinggi, kalau ada acara kayak gini bawaannya kepingin gabung aja. Wira jelasin singkat, "Nanti ada game yang anak-anaknya mesti ditemenin sama walinya." Wira duduk dipinggir lapangan, Dito juga ikutan.

Lapangan ramai sama anak-anak yang lomba, mainan air lah, mainan tepung lah, mainan balon lah. Tipikal lomba anak kecil, yang tujuannya lebih ke bermain daripada lomba beneran.

"Ah seru banget, aduh gue pengen join." Wira menghela nafas, Dito dan energinya emang gapernah sejalan sama Wira, "Abis ini ada lomba kelompok, kamu mau gantiin aku satu team sama Zian?" Tanya Wira ke Dito yang disambut anggukan antusias oleh Dito "Gapapa kan?" Wira naikin bahu "Yo gak apa."

Tiba waktunya Dito turun ke lapangan untuk ikut lomba bareng keponakannya Wira, Wira keluarkan ponselnya untuk mengabadikan momen acara hari itu. Asik juga pikirnya. Setelah puas mengambil beberapa foto, tatapan Wira berpendar ke segala sisi lapangan, sampai akhirnya fokusnya terkunci pada sosok yang menjadi tujuan utamanya datang kesini. Asya.

Wira bawa dirinya untuk lebih dekat dengan lapangan (iya emang modus). Disana ada Dito-Zian dan empat pasangan lainnya yang sedang berlarian merebut bola. Aca masih belum menyadari keberadaan Wira (karena memang selain kondisi lapangan yang luas, ada banyak orang yang mengelilingi lapangan tersebut).

Hingga perlombaan selesai, Dito-Zian mendapat peringkat kedua. Aca datang nyamperin Zian dan kasih ucapan selamat, sementara Dito udah gabung lagi sama grup ibu-ibu yang lagi lomba tiup balon. Zian dan Aca melirik ke Wira, itu bikin Wira salah tingkah.

Setelah membisikkan sesuatu ke telinga Aca, Zian lanjut berlari kearah kerumunan lomba tiup balon dan menjadi supporter Dito. Sementara Aca berjalan menghampiri Wira.

"Mas Wira?" Aca senyum ke Wira, Wira balas senyuman itu dengan canggung "Hai Asya." Aca persilahkan Wira untuk duduk lalu setelahnya Aca juga ikut duduk disamping Wira. Aca betulin kuncir rambutnya yang melonggar karena terlalu banyak gerak. Semua gerakan Aca gak ada satupun yang luput dari perhatian Wira.

"Mas Wira nggak mau ikutan lombanya? Gak mau gabung sama temannya yang disana?" Aca ketawa sambil memperhatikan Dito yang sekarang lagi mimpin senam para ibu dan anak dilapangan. Aca agaknya heran kok bisa ya Wira berteman akrab dengan orang yang beda 180° seperti Dito. "Temennya mas cocok jadi guru TK ya itu, energinya super." Wira cuma ketawa-ketawa aja.

"Kalau saya ikut gabung kesana, kayaknya malah bubaran semua orangnya." Wira mainkan botol air yang sedari tadi dia pegang "Lho kenapa?" Aca nengok ke Wira dan menautkan alisnya "Saya gak bisa mencairkan suasana, apa lagi sama anak kecil. Itu jagonya Dito." Mendengar itu Aca tersenyum tipis.

"Bukannya saya gak suka anak kecil. dibanding itu, saya lebih ke bingung gimana cara menghadapi mereka. Saya bingung gimana cara jadi orang dewasa yang seru untuk diajak main sama anak kecil." Aca paham. Selama ini Aca melihat perangai Wira yang lembut tapi kaku, Wira adalah orang yang gak secara langsung menunjukkan perhatiannya, Wira ingin mencoba tapi selalu berakhir dengan gak tau gimana cara mulainya.

Wira itu gak leluasa dengan orang lain, terlalu tertutup, gak ekspresif, bingung gimana cara menanggapi dan lain-lain. Tapi Aca tau kalau Wira selalu ingin mencoba. Itu sebabnya Aca tepuk pelan lengan Wira, Wira yang udah nengok ke Aca kaget, tapi Aca justru senyum. "Coba deh mas liat kesana," Aca tunjuk lagi lapangan yang ramai dengan anak-anak dan Dito yang seakan punya spotlight sendiri ditengah mereka.

Wira ikuti arah tunjuk Aca, "Temennya mas mungkin orang yang seru, orang yang energinya meluap, orang yang bisa menghidupi suasana." Wira perhatikan Dito dengan seksama gimana cara Dito ketawa atau bikin ekspresi konyol untuk anak-anak, gimana Dito banyak bergerak dan menghibur orang-orang disana, bagaimana Dito dan caranya membuat acara itu lebih berwarna. Wira tersenyum,

Kalau gak ada Dito kayaknya Wira juga gak akan bisa ngelewatin kehidupan dewasanya dengan lebih santai dan seru. Itu adalah kelebihan Dito, itu juga alasan kenapa Wira nyaman bersahabat dengan Dito. Dito yang rusuh, riang, ribut, berisik itu mampu mengisi senyap dan abu-abunya kesendirian Wira. Itu Dito dan caranya untuk membuat orang lain nyaman.

"Kamu juga punya cara sendiri kok mas." Aca melanjutkan "Gak perlu jadi orang yang seru atau bisa meramaikan suasana." Wira kembali menumpukan tatapannya ke Aca "Kamu bisa bikin orang lain nyaman dengan cara kamu sendiri."

Wira terenyuh dengan kalimat Aca barusan, ini pertama kalinya dia ngerasa ada seseorang yang mau ngeliat Wira dari sisi yang lain. "Mas Wira yang nyuapin Zian pas lagi kesusahan makan bakmie, yang suka beliin Zian kinderjoy dan permen jelly, atau yang suka ajak Zian ke toko buku untuk beli buku bacaan baru, dan mas Wira yang suka dengerin Zian cerita atau peluk Zian pas lagi ngerasain mood yang jelek, walaupun akhirnya tetep dibilang ga seru haha."

Aca senyum, tatapannya lurus ke mata Wira, lembut banget. Sementara Wira tertegun dengan perasaan hangat dihatinya, rasa dihargai, dimengerti atau sekedar dipahami Aca berikan itu semua lewat ucapannya. Terlalu asing bagi Wira, namun dia sadar kalau ini yang pertama, sebelumnya tidak ada.

"Mas Wira itu keren dengan cara mas Wira." Aca tepuk pelan lagi lengan Wira "Selain jadi orang yang seru, masih ada cara lain untuk menghadapi orang lain." Aca berdiri, Wira mendongak "Cukup jadi seorang yang bisa bikin mereka nyaman dan aman sama kamu." Aca tersenyum "Dan Mas Wira harus tau, kalau sebetulnya kamu udah jadi seorang yang seperti itu." Kemudian berbalik lalu berjalan kearah lapangan, bergabung dengan anak-anak yang keliatan riang saat menyapanya.

Ya, Aca juga bukan orang yang meletup-letup, bukan orang yang banyak gerak, tapi saat Wira lihat perempuan itu dengan telaten merapikan rambut anak muridnya, membetulkan sepatu yang hampir terlepas saat muridnya bermain atau saat perempuan itu tersenyum waktu pipinya diolesi tepung. Aca dengan caranya bisa membuat anak-anak itu nyaman dan aman berada disekitarnya.

Wira tersenyum, hatinya meletup-letup. Untuk kali ini, rasanya dia jatuh cinta.

"Iya Wir emang cantik, jangan senyam-senyum sendiri gitu ah, biasa aja liatinnya. Itu mata lo ntar copot." Dito yang penampilannya udah semerawut duduk disamping Wira, ambil botol airnya Wira terus diminum sampai habis "Woi udah Wira ngedip apa! Lah-lah malah ketawa orangnya?!" Dito tepuk-tepuk bahu Wira.

Wira nengok ke Dito terus dengan polosnya nanya, "Dit, saya udah cocok jadi papa belum?" Dito makin melongo, HAH? apa katanya? Sementara itu Wira berdiri meninggalkan Dito yang masih berekspresi aneh dan bingung dikursi tunggu. Kakinya melangkah kearah Zian dengan ringan, lalu menggendong anak itu sambil membersihkan keringat dan tepung diwajahnya.

"Om Wiraaa, Zian juara satu lomba lariiii." Zian tersenyum lebar, Wira balas dengan senyum yang gak kalah lebar. "Good job. Nanti om Wira beliin kinderjoy ya?" Zian teriak kegirangan "Lima ya tapi kinderjoynya?" Wira mengangguk "Siap jagoan!" Wira acak rambut anak itu, dibalas dengan pelukan erat dileher Wira.

Hari ini Wira menyadari sesuatu,

Menjadi dewasa itu salah satunya adalah belajar untuk menerima juga memahami diri sendiri. Tidak perlu menjadi orang lain hanya untuk mendapatkan perhatian. Sebab kamu akan menjadi yang terbaik hanya dimata orang yang tepat.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Unlisted

--

--

nakècy

No responses yet

Write a response